Senin, 20 Desember 2010

Dalil Dalil Tawasul

Dalam setiap permasalahan apapun suatu pendapat tanpa didukung dengan adanya dalil yang dapat memperkuat pendapatnya, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pegangan. Dan secara otomatis pendapat tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, demikian juga dengan permasalahan ini, maka para ulama yang mengatakan bahwa tawassul diperbolehkan menjelaskan dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawassul baik dari nash al-Qur’an maupun hadis, sebagai berikut:
A. Dalil dari Al-Qur’an.
1. Allah SWT berfirman dalam surat Almaidah, 35 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”

Suat Al-Isra’, 57:
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.”

Maksudnya: Nabi Isa a.s., para malaikat dan ‘Uzair yang disembah Kristian dan Yahudi itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Lafazh Alwasilah dalam ayat ini adalah umum, yang berarti mencakup tawassul terhadap dzat para nabi dan orang-orang sholeh baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, ataupun tawassul terhadap amal perbuatan yang baik.

2. Wasilah dalam berdoa sebetulnya sudah diperintahkan sejak zaman sebelum Nabi Muhammad SAW. QS 12:97 mengkisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang memohon ampunan kepada Allah SWT melalui perantara ayahandanya yang juga Nabi dan Rasul, yakni N. Ya’qub AS. Dan beliau sebagai Nabi sekaligus ayah ternyata tidak menolak permintaan ini, bahkan menyanggupi untuk memintakan ampunan untuk putera-puteranya.
Mereka berkata: “Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”. N. Ya’qub berkata: “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS 12:97-98 )
Di sini nampak jelas bahwa sudah sangat lumrah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menggunakan perantara orang yang mulia kedudukannya di sisi Allah SWT. Bahkan QS 17:57 dengan jelas mengistilahkan “ayyuhum aqrabu”, yakni memilih orang yang lebih dekat (kepada Allah SWT) ketika berwasilah.
3. Ummat Nabi Musa AS berdoa menginginkan selamat dari adzab Allah SWT dengan meminta bantuan Nabi Musa AS agar berdoa kepada Allah SWT untuk mereka. Bahkan secara eksplisit menyebutkan kedudukan N. Musa AS (sebagai Nabi dan Utusan Allah SWT) sebagai wasilah terkabulnya doa mereka. Hal ini ditegaskan QS 7:134. Demikian pula hal yang dialami oleh Nabi Adam AS, sebagaimana QS 2:37
“Kemudian Nabi Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 37)
“Kalimat” yang dimaksud di atas, sebagaimana diterangkan oleh ahli tafsir berdasarkan sejumlah hadits adalah tawassul kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekalipun belum lahir namun sudah dikenalkan namanya oleh Allah SWT, sebagai nabi akhir zaman.
Dari Umar ra. Ia berkata: Rasulullah SAAW bersabda, “Tatkala Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Rabbku, aku memohon kepada-Mu dengan haq Muhammad akan dosa-dosaku, agar Engkau mengampuniku.” Lalu Allah berfirman: “Wahai Adam, bagaimana kamu mengenal Muhammad sedang Aku belum menciptakannya (sebagai manusia) ?” Adam menjawab: “Wahai Rabbku, tatkala Engkau menciptakanku dengan Tangan-Mu dan meniupkan ruh-Mu ke dalam diriku, maka Engkau Mengangkat kepalaku, lalu aku melihat di atas kaki-kaki arsy tertulis ‘Laa Ilaaha illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ sehingga aku tahu bahwa Engkau tidak menambahkan ke dalam Nama-Mu kecuali makhluq yang paling Engkau cintai.” Lalu Allah Berfirman: “Benar engkau wahai Adam, sesungguhnya Muhammad adalah makhluq yang paling Aku cintai, berdoalah kepadaku dengan haq dia, maka sungguh Aku Mengampunimu. Sekiranya tidak ada Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu.” [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak juz 2 halaman 615, dan beliau mengatakan shahih. Juga Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Ibnu Taimiyah mengutipnya dalam kitab Al-Fatwa juz 2 halaman 150, dan beliau menggunakannya sebagai tafsir/penjelasan bagi hadits-hadits yang shahih]
4. Bertawassul ini juga diajarkan oleh Allah SWT di QS 4:64 bahkan dengan janji taubat mereka pasti akan diterima. Syaratnya, yakni mereka harus datang ke hadapan Rasulullah dan memohon ampun kepada Allah SWT di hadapan Rasulullah SAW yang juga mendoakannya.
“Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 64)
B. Dalil dari hadits.
a. Tawassul dengan nabi Muhammad SAW sebelum lahir
Sebagaimana nabi Adam AS pernah melakukan tawassul kepada nabi Muhammad SAW. Imam Hakim Annisabur meriwayatkan dari Umar berkata, bahwa Nabi bersabda :
“Rasulullah s.a.w. bersabda:”Ketika Adam melakukan kesalahan, lalu ia berkata Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memintaMu melalui Muhammad agar Kau ampuni diriku”. Lalu Allah berfirman:”Wahai Adam, darimana engkau tahu Muhammad padahal belum aku jadikan?” Adam menjawab:”Ya Tuhanku ketika Engkau ciptakan diriku dengan tanganMu dan Engkau hembuskan ke dalamku sebagian dari ruhMu, maka aku angkat kepalaku dan aku melihat di atas tiang-tiang Arash tertulis “Laailaaha illallaah muhamadun rasulullah” maka aku mengerti bahwa Engkau tidak akan mencantumkan sesuatu kepada namaMu kecuali nama mahluk yang paling Engkau cintai”. Allah menjawab:”Benar Adam, sesungguhnya ia adalah mahluk yang paling Aku cintai, bredoalah dengan melaluinya maka Aku telah mengampunimu, dan andaikan tidak ada Muhammad maka tidaklah Aku menciptakanmu”
Imam Hakim berkata bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanadnya. Demikian juga Imam Baihaqi dalam kitabnya Dalail Annubuwwah, Imam Qostholany dalam kitabnya Almawahib 2/392 , Imam Zarqoni dalam kitabnya Syarkhu Almawahib Laduniyyah 1/62, Imam Subuki dalam kitabnya Shifa’ Assaqom dan Imam Suyuti dalam kitabnya Khosois Annubuwah, mereka semua mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih.
Dan dalam riwayat lain, Imam Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Beliau mengatakan bahwa hadits ini adalah shohih dari segi sanad, demikian juga Syekh Islam Albulqini dalam fatawanya mengatakan bahwa ini adalah shohih, dan Syekh Ibnu Jauzi memaparkan dalam permulaan kitabnya Alwafa’ , dan dinukil oleh Ibnu Kastir dalam kitabnya Bidayah Wannihayah 1/180.
b. Tawassul dengan nabi Muhammad SAW dalam masa hidupnya.
Dari Utsman bin Hunaif: “Suatu hari seorang yang lemah dan buta datang kepada Rasulullah s.a.w. berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai orang yang menuntunku dan aku merasa berat” Rasulullah berkata”Ambillah air wudlu, lalu beliau berwudlu dan sholat dua rakaat, dan berkata:”bacalah doa (artinya)” Ya Allah sesungguhnya aku memintaMu dan menghadap kepadaMu melalui nabiMu yang penuh kasih sayang (nabiyur-rahmah), wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap kepadamu dan minta tuhanmu melaluimu agar dibukakan mataku, Ya Allah berilah ia syafaat untukku dan berilah aku syafaat”. Utsman berkata:”Demi Allah kami belum lagi bubar dan belum juga lama pembicaraan kami, orang itu telah datang kembali dengan segar bugar”. (HR. Hakim dalam Mustadrak)
Beliau mengatakan bahwa hadis ini adalah shohih dari segi sanad walaupun Imam Bukhori dan Imam Muslim tidak meriwayatkan dalam kitabnya. Imam Dzahabi mengatakatan bahwa hadis ini adalah shohih, demikian juga Imam Turmudzi dalam kitab Sunannya bab Daa’wat mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan shohih ghorib. Dan Imam Mundziri dalam kitabnya Targhib Wat-Tarhib 1/438, mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, Ibnu Majah dan Imam Khuzaimah dalam kitab shohihnya.
c. Tawassul dengan nabi Muhammad SAW setelah meninggal.
Dari Aus bin Abdullah: “Sautu hari kota Madina mengalami kemarau panjang, lalu datanglah penduduk Madina ke Aisyah (janda Rasulullah s.a.w.) mengadu tentang kesulitan tersebut, lalu Aisyah berkata: “Lihatlah kubur Nabi Muhammad s.a.w. lalu bukalah sehingga tidak ada lagi atap yang menutupinya dan langit terlihat langsung”, maka merekapun melakukan itu kemudian turunlah hujan lebat sehingga rumput-rumput tumbuh dan onta pun gemuk, maka disebutlah itu tahun gemuk” (HR. Imam Darimi)
Dari Anas bin malik bahwa Umar bin Khattab ketika menghadapi kemarau panjang, mereka meminta hujan melalui Abbas bin Abdul Muttalib, lalu Abbas berkata:”Ya Tuhanku sesungguhkan kami bertawassul (berperantara) kepadamu melalui nabi kami maka turunkanlah hujan dan kami bertawassul dengan paman nabi kami maka turunkanlau hujan kepada, lalu turunlah hujan. (HR. Bukhari)
d. Nabi Muhammad SAW melakukan tawassul.
Dari Abi Said al-Khudri: Rasulullah s.a.w. bersabda:”Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk melaksanakan sholat, lalu ia berdoa: (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku memintamu melalui orang-orang yang memintamu dan melalui langkahku ini, bahwa aku tidak keluar untuk kejelekan, untuk kekerasan, untuk riya dan sombong, aku keluar karena takut murkaMu dan karena mencari ridlaMu, maka aku memintaMu agar Kau selamatkan dari neraka, agar Kau ampuni dosaku sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali diriMu”, maka Allah akan menerimanya dan seribu malaikat memintakan ampunan untuknya”. (HR. Ibnu Majah, Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni. Al-Hafizh Abu Hasan mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Abu Na’im dan Ibnu Sunni. Imam Al I’roqi dalam mentakhrij hadis ini dikitab Ihya’ Ulumiddin mengatakan bahwa hadis ini adalah hasan. Imam Bushiri mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan hadis ini shohih).
Pandangan Para Ulama’ Tentang Tawassul
Untuk mengetahui sejauh mana pembahasan tawassul telah dikaji para ulama, ada baiknya kita tengok pendapat para ulama terdahulu. Kadang sebagian orang masih kurang puas, jika hanya menghadirkan dalil-dalil tanpa disertai oleh pendapat ulama’, walaupun sebetulnya dengan dalil saja tanpa harus menyartakan pendapat ulama’ sudah bisa dijadikan landasan bagi orang meyakininya. Namun untuk lebih memperkuat pendapat tersebut, maka tidak ada salahnya jika disini dipaparkan pandangan ulama’ mengenai hal tersebut.
Pandangan Ulama Madzhab
Pada suatu hari ketika kholifah Abbasiah Al-Mansur datang ke Madinah dan bertemu dengan Imam Malik, maka beliau bertanya:”Kalau aku berziarah ke kubur nabi, apakah menghadap kubur atau qiblat? Imam Malik menjawab:”Bagaimana engkau palingkan wajahmu dari (Rasulullah) padahal ia perantaramu dan perantara bapakmu Adam kepada Allah, sebaiknya menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaat maka Allah akan memberimu syafaat”. (Al-Syifa’ karangan Qadli ‘Iyad al-Maliki jus: 2 hal: 32).
Demikian juga ketika Imam Ahmad Bin Hambal bertawassul kepada Imam Syafi’i dalam doanya, maka anaknya yang bernama Abdullah heran seraya bertanya kepada bapaknya, maka Imam Ahmad menjawab :”Syafii ibarat matahari bagi manusia dan ibarat sehat bagi badan kita”
Demikian juga perkataan imam syafi’i dalam salah satu syairnya:
“Keluarga nabi adalah familiku, Mereka perantaraku kepadanya (Muhammad), aku berharap melalui mereka, agar aku menerima buku perhitunganku di hari kiamat nanti dengan tangan kananku”

Pandangan Imam Taqiyuddin Assubuky
Beliau memperbolehkan dan mengatakan bahwa tawassul dan isti’anah adalah sesuatu yang baik dan dipraktekkan oleh para nabi dan rosul, salafussholeh, para ulama,’ serta kalangan umum umat islam dan tidak ada yang mengingkari perbuatan tersebut sampai datang seorang (yang dianggap) ulama’ yang mengatakan bahwa tawassul adalah sesuatu yang bid’ah. (Syifa’ Assaqom hal. 160)
Pandangan Ibnu Taimiyah
Syekh Ibnu Taimiyah dalam sebagian kitabnya memperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW tanpa membedakan apakah Beliau masih hidup atau sudah meninggal. Beliau berkata : “Dengan demikian, diperbolehkan tawassul kepada nabi Muhammad SAW dalam doa, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi :
Rasulullah s.a.w. mengajari seseorang berdoa: (artinya)”Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dan bertwassul kepadamu melalui nabiMu Muhammad yang penuh kasih, wahai Muhammad sesungguhnya aku bertawassul denganmu kepada Allah agar dimudahkan kebutuhanku maka berilah aku sya’faat”. Tawassul seperti ini adalah bagus (fatawa Ibnu Taimiyah jilid 3 halaman 276)

Pandangan Imam Syaukani
Beliau mengatakan bahwa tawassul kepada nabi Muhammad SAW ataupun kepada yang lain (orang sholeh), baik pada masa hidupnya maupun setelah meninggal adalah merupakan ijma’ para shohabat.

Minggu, 05 Desember 2010

Selamat Tahun Baru Islam 1 Muharrom 1432 H.

Ada baiknya kita tidak membicarakan tentang cara menyambut datangnya tahun baru ini baik dengan gebyar gebyar sebagainama datangnya tahun baru 1 Januari maupun secara tradisional dengan cara membaca Yasinan dan Tahlil atau dengan cara membaca kitab " Barzazji " dan Sholawat di Musholla atau Masjid, karena semua itu tidak akan mempengaruhi rotasi waktu yang memang sudah menjadi Sunnatullah.

Akan tetapi kita harus melihat ke masa depan tanpa mengabaikan pengalaman masa lalu yang telah kita lewati. kita tentu tidak termasuk golongan orang yang kelewat mengagumi masa lalu, dan juga bukan termasuk yang pesimistis menghadapi masa yang akan datang.

Apa artinya dengan tahun 1432 Hijriyah itu …. ?
Yang pertama adalah bahwa sudah lebih dari 14 abad agama Islam telah memberikan kontribusi bagi kemanusiaan dan perkembanganya di dunia ini. Agama Islam yang telah diamalkan oleh pengikutnya, telah berperan secara aktif dalam proses pembentukan watak manusia berbudi luhur, berahlak mulia dan berilmu pengetahuan.

Sejarah umat manusia mencatat bahwa proses tersebut telah berlangsung pada paruh kedua millinium pertama atau babak seribu tahun pertama, dan paruh kedua pada millinium kedua (babak seribu tahun kedua)

Yang kedua Pewarisan ajaran Islam yang bersumber dari Wahyu (Al Qur`an) telah menjadi sumber daya manusia di bumi, sejak dari Rosulullah SAW, para sahabat, para tabi`in, para tabi`ut tabi`in, dan seterusnya hingga sekarang sosok manusia sebagai hamba Allah dan skaligus sebagai Kholifah Allah di muka bumi ini telah menjadi mata rantai dalam mengamalkan dan menjaga kemurnian ajaran Islam, yaitu membangun manusia yang jiwanya diisi dengan Iman, Akal/Intlektualitas manusia diisi dengan hikmah dan ilmu pengetahuan, prilaku hidupnya diisi dengan amal sholih dalam rangka ta`abud kepada Allah SWT. Maha suci Allah yang telah menjadikan dampak sumber daya Al Qur`an, yang dipahami dan diamalkan manusia terdahulu, telah mengubah masyarakat Jahiliyah Arab dari kegelapan. dan telah memberi Inspirasi dalam mengarahkan langkah aktifitas kehidupan manusia yang memiliki nilai transsendental sekaligus nilai universal bagi umat manusia.

Sebagai contoh, pada zaman keemasan Islam pada abad 8 – 14 dapat dikenang melalui peninggalan karya ilmuwan muslim yang hidup pada zaman itu (dalam bidang Astronomi) tidak sedikit yang bisa disebutkan, seperti peninggalan Observatorium non optik, Catalog nama bintang oleh Al Sufi (abad 10 / 903-896 SM), Ulugh Behgh (abad 13) merupakan contoh sumbangan umat Islam pada ilmu pengetahuan. Banyak lagi Ilmuwan seperti Nasiruddin at Tusi (abad 13). di Baghdad, Abdul Abbas al Saffah (abad 8), Harun Al Rosyid (abad 8-9), dan Al Makmun (abad 9) yang dikenal sebagai pendiri Taman Bacaan Hikmah. Dari Taman Bacaan itu ratusan buku buku YunaniPersiaIndia dan sebagainya telah diterjemahkan dan dipelajari.

Proses transmisi pengetahuan dari zaman Pra Islam dan dikembangkan pada zaman Islam. Maka lahirlah sejumlah Ilmuwan Muslim abad 9-10 yang dikenal dalam dunia Barat seperti Al Khowarizmi (825 M), Al Buttani (900 M),Ibn Al Haitami (1000 M) Al Buruni (1000 M) dan masih banyak lagi.
Dari data sejarah kita tahu bahwa abad 8-14 kontribusi pengetetahuan didominasi oleh Ilmuwan muslim. itulah masa masa yang amat membanggakan. Namun setelah itu yang terjadi adalah Degradasi, sebab pada kurun waktu abad 14 hingga penghujung abad ke 2 M kontribusi Ilmuwan muslim pada Ilmu pengetahuan terus menurun. IPTEK dunia Islam terpuruk setelah mengalami masa keemasan. Dampaknya juga menimpa pada kwalitas hidup dan kwalitas beragama, peran Islam dalam Amar Ma`ruf nahi mungkarpun menjadi kurang berbobot.

Pengungkapan kembali kemunduran IPTEK di dunia Islam harus dimaknai sebagai Intropeksi dan menggugah diri kita sendiri disaat menyambut datangnya tahun baru Hijriyah sekarang ini. sebagaimana yang telah disebutkan diatas kita tidak akan menjadi orfang yang terlena dengan kejayaan Islam masa lalu, namun juga tidak menjadi penakut dalam menghadapi masa depan. kita harus bersikap proporsional, bahwa masa lalu adalah perjalanan yang openuh pengalaman  Experience is the best teacher  (pengalaman merupan guru yang terbaik) dan semua itu menjadi modal perjalanan kita menuju masa depan yang lebih baik

Mungkinkah Islam bisa BANGKIT …? Kembali mengejar ketertinggalan !  
Pertanyaan tersebut pasti menyangkut masa depan Islam dan Umat Islam, dan hanya kita sendiri yang yang harus menjawab.

Ada tiga hal yang dapat menghambat ketika kita ingin bangkit dari keterpurukan yaituKebodohan, Kemiskinan dan Keterbelakangan. ketiga hal ini adalah musuh kita bersama yang harus kita atasi, karena salah satu pilar penting kemajuan suatu bangsa adalah penguasaan terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dengan kata lain ketiga musuh kita bersama itu dapat ditaklukkan dengan penguasaan IPTEKyang dibungkus dengan Ahlakul Karimah. Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kita agar kita semua, bangsa Indonesia mampu mengatasi segala persoalan yang melilitnya dan mampu bangkit menjadi bangsa yang jaya pada Millinium ke 3 ini Amien Ya Robbal `Alamien
Khoirun Mukri
Guru PAI SMP NU Karangdadap